Tinjau Kapal Pembangkit Listrik, Komisi VII Dorong 100 Persen Elektrifikasi Maluku
Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI meninjau Kapal Pembangkit Listrik Yasin Bey di Desa Waai, Maluku Tengah, Maluku. Foto : Anne/mr
Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI meninjau Kapal Pembangkit Listrik Yasin Bey 120 MW milik PT. KarPowership Indonesia. Peninjauan tersebut guna memastikan pelayanan dan pasokan listrik bagi masyarakat Maluku. Kapal pembangkit listrik tersebut menyokong lebih dari 80 persen ketersediaan listrik di Maluku, terutama di Kota Ambon, sehingga PT. PLN perlu menyiapkan solusi alternatif ke depannya.
Dalam peninjauan tersebut, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mendorong PT. PLN Persero untuk terus meningkatkan pelayanan agar seluruh wilayah di Maluku dapat teraliri listrik. Komisi VII juga menyoroti kontrak kapal pemasok listrik Yasin Bey dengan PT. PLN yang akan berakhir pada April 2022 mendatang.
“Ketersediaan energi listrik tidak boleh putus. Sebagaimana dikemukakan, listrik di Maluku ini kita tahu tingkat elektrifikasinya baru 89 persen dan target untuk tahun 2020 adalah 100 persen,” kata Sugeng usai memimpin Tim Kunker Komisi VII DPR RI meninjau Kapal Pembangkit Listrik Yasin Bey di Desa Waai, Maluku Tengah, Maluku, Rabu (18/19/2019).
Lebih lanjut politisi Partai NasDem itu menjelaskan bahwa Kapal Pembangkit Listrik Yasin Bey mampu memasok listrik hingga 120 MW, sementara kesepakatan kontrak dengan pihak PLN adalah 60 MW dan efektif yang dipergunakan 54 MW. “Artinya, ini sesuatu yang perlu segera mendapatkan alternatif bagaimana ketersediaan listrik tetap terjaga sementara proyek ketenagalistrikan dibangun,” sambungnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Saadiah Uluputty menegaskan Pemerintah perlu menjamin ketersediaan pasokan listrik dan ketersediaan infrastruktur kelistrikan di Maluku untuk mengantisipasi berakhirnya masa kontrak Kapal Pembangkit Listrik Yasin Bey. “Kami tidak mau persoalan ini seperti pemadam kebakaran, sudah terjadi baru dicari solusi. Saya tegas mengatakan, kita harus bicara agar persoalan pasca kontrak ini bisa diantisipasi paling tidak satu tahun sebelumnya,” ungkap Saadiah.
Politisi dapil Maluku ini menambahkan, 80 persen ketersediaan listrik Pulau Ambon berasal dari kapal pembangkit terapung tersebut, sehingga persoalan ketersediaan sumber listrik di Maluku akan berpengaruh terhadap rasio elektrifikasi listrik di wilayah Maluku. “Ini baru di Pulau Ambon, belum lagi di Pulau Buru, Bursel, Seram, MBD, Maluku Tenggara dan daerah-daerah yang membutuhkan infrastruktur dasar listrik, terutama di Masela juga harus dipikirkan,” tandasnya.
Diketahui, saat ini PT. PLN (Persero) tengah membangun infrastruktur kelistrikan di Maluku, diantaranya PLTP Tulehu 2 x 10 MW, PLTMG Ambon Peaker 30 MW, PLTMG Seram Peaker 20 MW, dan PLTMG Dobo 2 x 10 MW. Diharapkan kehadiran pembangkit-pembangkit listrik tersebut dapat memenuhi kebutuhan energi listrik bagi Provinsi Maluku. (ann/sf)